Apakah Menggunakan Bahasa Asing Mengurangi Rasa Nasionalisme?

Benarkah belajar bahasa asing mampu melunturkan rasa nasionalisme? Pertanyaan ini sering muncul di jagat dunia maya. Ada dua kubu yang memberikan tanggapan mereka seputar isu tersebut. Satu pihak tentu menyatakan bahasa asing mampu merusak rasa nasionalisme. Di sisi lain, pihak yang pro mematahkan anggapan tersebut, mereka menganggap belajar bahasa asing adalah bentuk adaptasi.

Pro Terhadap Bahasa Asing

Untuk memperjelas kedua opini tersebut, kita akan membahasnya satu per satu. Bagi pendukung penggunaan bahasa asing, asumsi merusak nasionalisme dianggap berlebihan. Tidak ada salahnya mengajarkan anak-anak bahasa asing sejak dini. Misalnya tentang kemampuan dasar bahasa inggris.  Hal tersebut akan mempersiapkan diri mereka untuk menghadapi persaingan global di masa mendatang.

Selain itu, bahasa asing bisa menjadi nilai tambah saat mencari pekerjaan. Mengingat banyak perusahaan asing yang mewajibkan karyawannya mampu berbahasa asing, terutama bahasa Inggris. Sebagai bahasa resmi dunia, bahasa Inggris tentu jadi salah satu bahasa yang banyak digunakan. Hampir semua negara di dunia menguasai bahasa Inggris untuk menjalin hubungan kerjasama sehingga banyak orang belajar contoh percakapan Greeting formal dan informal.

Sebuah penelitian turut memperkuat asumsi satu ini. Penelitian J. Cummins mengungkapkan bahwa anak yang menguasai dua bahasa lebih mampu mendalami dan menggunakan bahasa secara efektif. Mereka mampu menempatkan kedua bahasa secara setara dan benar jika belajar  percakapan sehari-hari dalam bahasa Inggris.

Tentunya dengan mengikuti kaidah penggunaan bahasa yang tepat, seperti ejaan bahasa Indonesia yang benar dan grammar dalam bahasa Inggris.

Menolak Bahasa Asing

Lalu, bagaimana sanggahan dari pihak yang kontra dengan penggunaan bahasa asing? Sebagian masyarakat merasa bahasa asing dapat melunturkan semangat nasionalisme. Pasalnya, pengguna aktif bahasa asing akan jarang menggunakan bahasa Indonesia.

Tak jarang mereka juga mencampurkan penggunaan grammar bahasa Inggris atau bahasa lainnya dengan bahasa Indonesia secara sembarangan. Tentu saja hal tersebut dapat merusak kaidah berbahasa Indonesia.

Terlalu sering menggunakan bahasa asing dalam dalam keseharian akan semakin menyulitkan seseorang. Mereka akan mengalami kebingungan secara tidak langsung perihal kaidah berbahasa. Posisi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan tentu sudah melewati berbagai pertimbangan.

Salah satunya demi menjaga keutuhan negara Indonesia di masa mendatang. Lantas, apa yang akan terjadi jika banyak dari kita lebih nyaman berbahasa asing, misalnya ketika belajar tentang parts of speech Bahasa Inggris?

Perlu dibedakan belajar bahasa asing dengan aktif berbahasa asing. Belajar bahasa asing memiliki manfaat positif, seperti menambah pengetahuan dan kemampuan. Disini, pihak yang kontra dengan penggunaan bahasa asing menekankan pembatasan terhadap penggunaannya. Setidaknya anak-anak diperkenalkan terlebih dahulu dengan bahasa asli Indonesia. Setelah mereka menguasainya, barulah diajari bahasa asing.

Hal berbeda disampaikan oleh Mohammad Nuh perihal penggunaan bahasa asing. Menurutnya, bahasa asing tak lantas mempengaruhi rasa nasionalisme. Semuanya kembali pada komitmen masyarakat sendiri. Apakah mereka mau mempertahankan bahasa persatuan atau tidak? Selama mereka menyadari pentingnya berbahasa Indonesia, tentu penggunaannya juga lebih dipahami. Tidak ada lagi campur aduk bahasa yang terkesan nyeleneh.

Jadi, itulah dua sisi yang terlihat dari pro dan kontra penggunaan bahasa asing. Semuanya kembali lagi pada niatan dan tujuan Anda mempelajari bahasa asing. Jika tujuannya positif, Anda berhak melanjutkan hal tersebut tanpa mengurangi semangat nasionalisme. Pada dasarnya, nasionalisme dapat tertuang dalam berbagai aspek kehidupan, tidak melulu perihal penggunaan bahasa asing.